Saturday, August 21, 2010

Benarkah era pemain bulutangkis Indonesia sudah habis, khususnya di tunggal putra?

Setelah Alan Budi Kusuma dengan istrinya Susi Susanti meraih emas olimpiade barcelona 1992, dunia bulutangkis Indonesia seakan berkembang sangat pesat. Tak jauh dari masa kejayaan tersebut, khususnya di tunggal putra, muncul nama-nama baru yang menghiasi pelatnas cipayung dan membela nama Indonesia di ajang Internasional. Sebut saja Haryanto Arbi, Indra Wijaya, Marleve Mainaky, Budi Santoso sampai Hendrawan. Bahkan saat itu, PBSI kesulitan untuk menentukan pemain tunggal diajang kejuaraan beregu. Saat itu, para punggawa-punggawa lawas ini bersaing keras dengan seteru-seteru tradisional mereka seperti Sun Jun & Dong Jiong (China), Ong Ewe Hock, Yong Hock Kin, dan Roslin Hasyim (Malaysia), serta Paul Eric Hoyer Larssen dari Denmark.
Ketika era pemain-pemain diatas mendekati akhir, beberapa negara mulai melakukan regenerasi pemain. China mulai menelurkan penerus Sun Jun seperti Ji Xinpeng, Chen Hong dan Xia Xuanze, Denmark mulai mengandalkan Peter Hoeg Gade yang bahkan saat itu menjadi pemain yang ditakuti di dunia. Malaysia juga tidak ketinggalan dengan mulai mengandalkan Wong Chonn Hann.

Bagaimana dengan Indonesia?

Tahukah Anda kalau pemain-pemain penerus diatas mulai beraksi ketika berumur 22-23 tahun?
Ya, disaat pemain-pemain muda itu mulai merajut karir, dari bumi pertiwi, seorang bocah berusia 16 tahun mulai mencoba untuk menembus dominasi Hendrawan dkk. Dialah Taufik Hidayat, Taufik memang fenomena. Di usia masih belasan tahun dia mampu menembus persaingan elit di tanah Cipayung, bahkan perlahan-lahan mampu menembus persaingan dunia. Nama Taufik mulai mengapung ditelinga pebulutangkis nasional ketika tanpa diduga menghempaskan pemain yang saat itu berstatus no.1 di Indonesia, Hendrawan dengan straight set yang sangat mudah 15-1 15-8. Kemenangan itu membuat Taufik berhak berlaga di semifinal Indonesia Open 1998 menantang Yong Hock Kin dari Malaysia. Sayang Taufik harus kandas disemifinal. Tapi dari permainan yang matang, menimbulkan harapan besar dr penggemar bulutangkis Indonesia bahwa anak yang baru genap 17tahun saat itu akan merajai dunia perbulutangkisan.

Benar saja, belum genap setahun, Taufik muda tiba-tiba berlaga di final All England, salah satu kejuaraan bergengsi dunia. Lawannya di final adalah pemain muda Denmark Peter Hoeg Gade yang saat itu berusia 22tahun, 5 tahun lebih tua dari Taufik. Lewat pertarungan sengit, Taufik harus mengakui keunggulan lawannya 11-15 15-7 dan 10-15. Setahun berikutnya, ketika Taufik berusia 18 tahun, beliau kembali menggebrak dunia dengan kembali lagi hadir di final. Kali ini lawannya Xia Xuanze dari china yang saat itu berusia 21 tahun (Xia adalah pelatih Lin dan saat ini). Sayang, saat permainannya dianggap semakin matang, Taufik justru takluk 6-15 dan 13-15.
Namun hal itu tidak membuyarkan semangat Taufik. Di tahun yang sama (2000), Taufik sukses meraih beberapa gelar bergengsi seperti Malaysia Open, dan membantu Indonesia meraih piala Thomas yang ke 4x berturut-turut. Persiapan yang sangat baik menjelang Olimpiade Sydney. Namun apa yang ada dibenak Taufik?apa beliau menjadi besar kepala?? Ji Xinpeng, orang yang notabene ditundukkan Taufik dengan mudah di final Piala Thomas justru menghentikan langkah Taufik di perempatfinal Olimpiade. Taufik yang sangat diharapkan pun dihujat oleh pendukungnya.
Setahun berikutnya, ketika Taufik genap berusia 19tahun, beliau mengikuti kejuaraan dunia di Sevilla. Permainan mengagumkan Taufik membuat dia sangat diunggulkan untuk menjadi juara. Sayang, harapan besar itu harus pupus karena cedera. Padahal saat itu dia sudah memegang kendali permainan atas lawannya di semifinal yang juga dari Indonesia, Hendrawan. Dan Hendrawan-lah yang berhak melaju ke final dan akhirnya menjadi juara setelah mengalahkan Peter Hoeg Gade.
Kontroversi berlanjut ketika Taufik mangkir dan menyatakan ingin keluar dari PBSI dan membela Singapura. Untung PBSI bertindak cepat sehingga permata yang satu ini tidak keluar dari Indonesia.
Taufik, walau kalah dari Lee Tsuen Seng (Malaysia) di final Piala Thomas 2002, namun andilnya cukup membuat moral tim Indonesia naik dan meraih penta piala Thomas. Di tahun yang sama, beliau juga mempersembahkan medali emas Asian Games 2002 di Busan.
Saat ini era Hendrawan telah habis. Indonesia hanya menyisakan Taufik Hidayat sebagai satu-satunya pemain tunggal yang stabil. Ronny Agustinus (pemain muda lain) sangat labil walau kadang-kadang mampu menyulitkan pemain-pemain kuat dunia. Untung saat itu Indonesia punya penerus Taufik didalam diri Sonny Dwi Kuncoro. Sonny adalah pria kelahiran 1984 yang amat diandalkan Indonesia selain Taufik. Di Olimpiade Athena 2004, Taufik dan Sonny menunjukkan kapasitasnya, Taufik meraih medali emas dan Sonny meraih medali perunggu. Era emas Taufik pun berlanjut dengan Sonny sebagai pelapisnya. Di tahun 2005, Taufik berhasil menjuarai kejuaraan dunia setelah membungkam lawan-lawan yang saat itu diperkiraan akan menjadi bintang bulutangkis dunia, Lee Chong Wei (Malaysia) dan Lin Dan (China). Di tahun 2006, Taufik kembali menjuarai Asian Games dengan menumpaskan lawan-lawan berat yang dianggap akan mengkudeta posisi Taufik sebagai pemain terbaik dunia, yaitu Bao Chunlai (China) di perempat final, Lee CHong Wei di semifinal dan Lin Dan (China) di final.

Setelah era itu, Taufik dianggap sudah habis. Taufik mulai kesulitan mengalahkan lawan-lawan seperti Lin Dan maupun Lee Chong Wei. Bahkan pemain tak ternamapun mampu mengalahkan Taufik seperti yang dilakukan Anup Sridhar dari India tahun 2007 silam.

Saat itu hingga sekarang, Lin Dan dan Lee Chong Wei bergantian menguasai dunia bulutangkis, sesekali Bao Chunlai dan Sonny Dwi Kuncoro mencoba menggoyahkan dominasi mereka.
Taufik dianggap terlalu tua untuk bersaing dengan mereka. Tapi tahukan Anda, alasan terlalu tua itu tidak logis.
Taufik hanya berbeda 1-2 tahun dari Lin Dan dan Lee Chong Wei. Jika alasannya adalah usia, tentu Lin Dan dan Lee Chong Wei juga menghadapi penurunan fisik yang sama dengan Taufik.

Banyak penggemar yang mengatakan, Taufik sudah saatnya pensiun karena tidak akan mampu bersaing dengan pemain-pemain muda seperti Lin Dan dan Lee Chong Wei.
Apa benar Taufik terlalu tua??
bukankah usianya sekarang, 29 tahun, seharusnya masih dalam usia emas (walo mendekati akhir)? Lihat Hendrawan yang tetap stabil hingga usia 30tahun atau lihat Peter Gade yang di usia 34 tahun masih diandalkan tim Denmark.

Taufik, Lin Dan dan Lee Chong Wei adalah aktor bulutangkis dunia.
Fakta mengatakan seakan-akan era Taufik sudah habis dimakan usia, dan sekarang saatnya era Lin Dan dan Lee Chong Wei?

Saya rasa tidak! Taufik dianggap tua mungkin karena dia begitu lama berkecimpung di dunia bulutangkis.
Ingat, dia mulai mengayunkan raket diajang internasional ketika berusia 17 tahun, sedang Lin Dan dan Lee Chong Wei. Lin Dan dan Chong Wei bahkan baru terkenal ketika tahun 2005, saat itu usia mereka 22 dan 23 tahun.

Usia tidak menjadi masalah, Taufik masih bisa mematahkan dominasi Chong Wei dan Lin Dan.
Namun setelah era Taufik, siapa lagi selanjutnya?

Sonny dan Simon belum mampu mengemban tugas Taufik sebagai pemimpin bulutangkis Indonesia.

No comments:

Post a Comment